Lapas Asimilasi ini dihuni oleh sejumlah narapidana yang sudah menghabiskan separuh masa tahanannya. Lapas Asimilasi, ‘membebaskan’ para narapidana berbaur seperti layaknya masyarakat umum. Selain bercocok tanam, napi asimilasi, juga berbaur langsung dengan masyarakat setempat.
Beberapa napi bahkan cukup lama menjadi guru ngaji di sebuah surau yang berada di Pondok Asimilasi bagi narapidana dibawah naungan Lapas Kelas I Malang. “Warga binaan saya disini ternyata mengajar ngaji di mushola sini. Mereka bahkan ikut juga kerja bhakti membangun masjid disekitar pondok asimilasi,” papar Kalapas Kelas I Malang, Krismono, Selasa (25/4/2017).
Kata dia, Pondok Asimilasi yang berada di Desa Maguwan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, punya luas lahan 23 hektar. Disini, terdapat pondok hunian bagi narapidana yang bisa menampung 100 orang. “Pondok asimilasi untuk 100 orang napi. Namun saat ini baru diisi 13 orang. Di Jawa Timur belum ada lapas terbuka. Inilah yang nantinya akan jadi cikal bakalnya. Pondok asimilasi bisa jadi Lapas Terbuka,” bebernya.
Krismono menjelaskan, cikal bakal pondok asimilasi bisa jadi Lapas Terbuka, akan diusulkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur. Narapidana yang sudah menjalani setengah masa pidana mereka, bisa menempati Lapas Terbuka di Desa Maguwan.
“Setelah setengah masa pidana sudah dijalani, napi yang sudah diassesment petugas balai permasyarakatan nantinya, bisa ditempatkan di pondok asimilasi atau lapas terbuka,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Krismono, 23 hektar lahan disekitar Pondok Asimilasi Lapas Kelas I Malang, terdapat sejumlah tanaman dan sayur-mayur yang dikerjakan napi binaan. “Ada tanaman singkong, sayur mayur jug. Lalu ada 2000 pohon jeruk. Hari ini kita tanam seribu pohon jenis kayu sengon, tanaman sirsak, dan juga jeruk,” pungkasnya. [yog/but]
Sumber : (beritajatim.com)