Dampak Telatnya Salinan Putusan Lucas, dan Kutukan Sang Pendendam

Ketua Mahkamah Agung RI, Prof.Dr. H.M. Hatta Ali, SH, MH, dengan Pemimpin Redaksi Media Online Breaking News Grup, Emil Foster Simatupang. 
Jakarta, Info Breaking News - Boleh jadi ada benarnya juga sebutan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah Neraka nya bagi para terdakwa koruptor, karena memang hanya satu satunya yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tindak Pidana korupsi (Tipikor) di DKI Jakarta, sementara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dinilai sebagai Surga nya bagi para koruptor, karena dikenal sebagai tempatnya mengajukan proses hukum prapradilan, guna mematahkan status tersangka yang terlanjur dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga oleh pihak Kejaksaan Agung.

Ironisnya kedua tempat neraka maupun surga itu tercatat dengan tinta hitam jurnalis, bahwa masing masing tempat itu, KPK telah dua kali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Untuk PN Jakrata Pusat yang terletak dijalan Bungur Besar Raya, OTT pertama sukses dengan menangkap Panitera Eddy Nasution, dan OTT kedua juga masih sukses menangkap panitera pengganti Santoso, sementara di zona Surga PN Jaksel, OTT pertama menangkap PP, dan OTT kedua KPK sukses besar menangkap sejumlah hakim karier plus mantan panitera penggantinya yang sudah dipindah tugaskan ke PN Jakarta Timur, tapi masih berkuasa untuk cawe-cawe jual beli perkara di PN Jaksel, yang kemudian apes ketiban sial karena ketangkap KPK.

"Tetapi kejadian OTT di zona neraka atau surga itu belum dinilai dasyat, karena yang sedang ditunggu tunggu para keluarga besar narapidana tipikor Sukamiskin Bandung, adalah bilamana akan terjadi peristiwa besar, peristiwa ditangkapnya oknum penyidik anti rasuah itu saat melakukan kejahatan korupsi, atau melakukan kriminal saat sedang bertugas dilapangan. Ini baru dasyat bung." kata Pendendam kesumat, ponakan sang napi tipikor Sumis yang sedang menjalani hukuman seumur hidup, kepada Info Breaking News, Selasa (10/4/2019) tengah malam buta,  di sebuah warung Indomie, persis disamping gerbang masuk Rutan KPK dikawasan Rasunasaid Kuningan Jakarta.


Terdakwa Lucas dengan Lawyernya Aldres Jonathan Na70
Obrolan akar kepahitan itupun hingga menyentuh persoalan krusial yang sesungguhnya bukan barang langka lagi dialami oleh banyak keluarga terdakwa, dimana kasus terlambatnya surat salinan putusan perkara advokat Lucas, yang beberapa hari belakangan ini rame menjadi pemberitaan sejumlah media besar, karena ternyata dampak dari telatnya salinan putusan yang belum diberikan oleh pihak PN Jakarta Pusat itu kepada pihak kuasa hukum Lucas, berakibat sangat fatal.

Diantaranya, Lucas yang telah dijatuhi hukuman 7 tahun penjara oleh majelis hakim yang diketuai hakim Frangky Tambuwun itu, hingga berita ini diturunkan masih belum dapat melakukan memori banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, karena salinan putusan belum selesai dikoreksi oleh sang hakim, walau batas waktunya sudah melibihi dari 14 hari lamanya.

Akibat lainnya, yang mungkin tidak diperdulikan oleh pihak PN Jakpus adalah, sejak Lucas divonis hingga kini belum mendapatkan ijin berobat ke RSPAD Gatot Subroto, tempat dimana tim dokter menangani penyakit kronis TBC Tulang Lucas yang membuatnya sering menjerit diruang pengap penjara KPK.

"Saya malah berharap, Lucas yang kini jatuh sakit, mendadak mati dan menjelma menjadi hantu gentayangan, lalu setiap malam mengganggu keluarga para oknum yang pernah melakukan kejahatan terhadap Lucas. Orang sudah jatuh, malah ditimpahkan lagi beban besar yang berakibat fatal bagi banyak pihak." kata si pendendam kesumat yang amat sakit hati, karena kini hidupnya menggelandang di ibukota, jatuh miskin karena tak ada lagi yang memberi dana kebutuhan hidupnya, sejak sang paman dipenjara.

Apa yang dikatakan Aldres Jonathan Napitupulu SH, salah satu anggota tim PH Lucas, adanya Perma atau SEMA, atau entah apalah itu, yang mengatur tentang masa penyelesaian perkara, dan sanksi bagi hakim yang hobby nya memang doyan memperlambat penyelesaian perkara, sesungguhnya sudah sangat tegas dan berulangkali marah besar Ketua MA. Hatta Ali, selalu memberi imbauan, jangan ada lagi hakim baik ditingkat pertama, maupun ditingkat pembanding, yang suka memperlambat penyelesaian perkara. karena akan berakibat sangat fatal.

"Dan entahlah apa gerangan semua dibalik peristiwa pahit ini, sehingga seorangh Lucas yang sesungguhnya sudah cukup malang melintang itu, bahkan sudah mendatangkan 5 ahli yang kredibel, bahkan Eddy Sindoro sendiri sudah membantah bahwa Lucas tidak terlibat dalam urusan perkaranya, tapi nyatanya semua upaya hukum itu menjadi sia sia, karena nyatanya tuntutan KPK dan putusan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap mantan pengacara Setya Novanto bernama Frederich Yunadi itu, sama dialami oleh Lucas, padahal duniapun tau kalau kedua konteks perkaranya bagaikan langit dan bumi. Ini pun tak pernah disadari para penyidik dan jaksa pada KPK, maupun sipemegang palu kayu itu." keluh panjang sipendendam.

"Hanya campur tangan Tuhan yang Ajaib sajalah, entah apa gerangan yang akan menimpa mereka yang sedang diberi kepercayaan hidup dan jabatan mulia oleh Tuhan, toh tak ada satu manusiapun yang tau gerangan apa, yang akan terjadi esok hari." pungkas sipendendam kesumat yang belakangan tubuhnya semakin kurus karena derita. *** Emil F Simatupang.

Subscribe to receive free email updates: