Penuh Khimat Wakil Ketua MA Andi Samsan Tanggapi KPK Terkait Berjubelnya Terpidana Lakukan PK


Jakarta,
Info Breaking News - Sikap orang yang skeptis dan pandangan kerdil yang selalu nyinyir belakangan ini terlihat dari putusan Mahkamah Agung terkait upaya hukum luas biasa Peninjauan Kembali (PK). Lalu keadilan dalam bentuk adanya pengurangan masa hukuman menjadi sorotan miring, berbeda jika tragedi ini dirasakan oleh si nyinyi tadi, boleh jadi mereka akan merasakan betapa terpengaruhnya seluruh sendi keluarga besar akibat masa hukuman yang dialami salah seorang dari keluarga yang sangat dicintai.

Dan memang rasa cinta kasih sesama umat manusia bisa hilang hanya karena pandangan sempit itu, dan biasanya tipikal orang yang nyinyir itu adalah watak yang tidak ikhlas, tidak pemaaf, bahkan tidak suka mengampuni.

Terlepas dari trendleader sosio diatas, pihak Mahkamah Agung menyampaikan tiga alasan pihaknya mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi. Salah satunya, ada terpidana yang merasa dihukum lebih berat dibanding terpidana lain, meski perbuatannya sama.

"Berdasarkan pengamatan kami terkait dengan tindak pidana yang dikurangi berdasarkan putusan PK pada pokoknya ada 3 hal alasan kenapa dikabulkan, pertama karena disparitas pemidanaan," kata Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro, kepada Info Breaking News, di Jakarta, Sabtu (23/1/2021).

Andi Samsan menyampaikan hal tersebut dalam diskusi virtual "PK Jangan Jadi Jalan Suaka" yang diadakan KPK. KPK mencatat setidaknya 65 terpidana korupsi mengajukan upaya PK pada 2020.

"Fakta menunjukkan ada tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tapi dalam persidangan orang berkas-nya ada yang diajukan terpisah meski pada hakikatnya tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang sehingga pemeriksaannya juga terpisah dan hasil pemeriksaan perkara juga tidak diajukan serempak," ujar Andi Samsan.

Hasilnya, ada terpidana yang sudah diputus lebih dulu ada yang belum dan majelis hakim yang mengadili juga dapat berbeda-beda baik di tingkat pertama, banding maupun kasasi sehingga memutuskan putusan yang berbeda-beda. "Jadi ada terpidana yang merasa dirinya lebih berat hukumannya padahal perbuatan sama, lalu ada juga yang sudah mengembalikan uang hasil pidana tapi merasa hukumannya juga berat, nah itu dijadikan alasan PK," jelas Andi Samsan.

Alasan kedua menurut Andi Samsan, MA menemukan ada terpidana merupakan pelaku utama, tapi malah dihukum lebih ringan. "Sementara terpidana yang bukan pelaku utama malah dihukum lebih berat jadi merasa tidak adil, dan dia mengajukan PK," ujar Andi Samsan.

Alasan ketiga adalah adalah perkembangan kondisi hukum. "Rasa keadilan itu kan suatu seni pertimbangan ditambah fungsi rasio dan hati nurani sehingga menghasilkan angka yang adil, termasuk juga 10 tahun terakhir ada pergeseran penerapan hukum yang berkembang menuntut melakukan inovasi untuk kemanfaatan," jelasnya.

Meski demikian Andi Samsan tidak menjelaskan pergeseran penerapan hukum seperti apa yang spesifik ingin dilakukan MA. "Dan dari seluruh permohonan PK kasus korupsi, hanya 8 persen yang dikabulkan, 92 persen ditolak," ungkap Andi.

Menurut KPK, terdapat sejumlah fenomena menarik dalam pengajuan PK para terpidana korupsi. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, KPK mencatat ada 65 terpidana korupsi yang mengajukan upaya PK pada 2020. dan hal lain yang menarik adalah ada yang tidak melewati upaya hukum biasa jadi setelah menerima putusan di pengadilan tingkat pertama lalu dieksekusi dan dalam beberapa bulan kemudian mengajukan PK.

KPK pun menilai putusan PK yang diterima majelis PK ternyata menurunkan vonis (strachmacht) angka hukuman. Sejumlah terpidana korupsi yang mendapat keringanan hukuman dari putusan PK antara lain adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang tadinya dihukum selama 14 tahun dalam perkara suap Hambalang dipotong hukumannya menjadi tinggal 8 tahun penjara; mantan Ketua DPD Irman Gusman dalam kasus korupsi impor gula mendapat korting hukuman dari 4,5 tahun menjadi 3 tahun dan langsung bebas.

Masih ada mantan anggota Komisi V DPR Musa Zainuddin sebagai terpidana suap proyek infrastruktur divonis 9 tahun penjara tapi dipotong menjadi enam tahun; mantan hakim MK Patrialis Akbar dalam kasus suap impor daging sapi dihukum 8 tahun penjara dan dipotong menjadi tinggal 7 tahun penjara.

" Tapi jangan lupa, ada hal yang tak bisa terbantahkan bahwa sangat banyak penghuni Lapas Sukamiskin Bandung yang kini sedang menjalani masa hukuman, berusia lanjut diatas 60 an tahun, bahkan sedang sakit sakitan, bahkan sudah ada beberapa yang meninggal dunia didalam lapas. Selain itu penerapan hukum yang terlalu ganas hingga maksimal dari tuntutan ditingkat pertama,dan masih banyak sendi lainnya sehingga wajarlah dibenteng terakhir upaya PK itu kembali tergugah rasa cinta kasih pengampunan dari hakim agung di MA setelah memperhatikan hal lainnya, berkelakuan baik, banyak berjasa dimasa lalu, dan sudah membayar uang yang dikorupsinya, dan banyak hal lain menjadi pertimbangan sehingga dirasa patut mendapat pengurangan masa hukuman." ungkap seorang wartawan senior yang namanya tak ingin disebutkan namanya. *** Nadya Emilia.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :