OC Kaligis Desak KPK Ambil Alih Kasus Korupsi Prof. Denny Indrayana


JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Menilik ke belakang ketika kasus Payment Gateway ramai dibahas di media, publik umum mengetahui hasil gelar perkara Prof. Denny Indrayana.

Dalam gelaran perkara tersebut diputuskan bahwa uang sebesar Rp 5.000 dalam payment gateway tidak bisa diserahkan langsung kepada vendor tetapi harus masuk kas negara.

 

Selanjutnya masih dari gelar perkara Bareskrim. Untuk sampai kepada kesimpulan bahwa perkara Prof. Denny Indrayana adalah kasus korupsi, penyidik telah memeriksa 93 saksi, 7 ahli serta memeriksa langsung tersangka Prof. Denny Indrayana.


Penyidik juga berhasil menyita sebanyak 13 bundel berkas terkait payment gateway dari Dirjen Imigrasi tahun 2014, 722 lembar surat, 77 print out e-mail, dan Laporan Keuangan hasil investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas implementasi payment gateway pada Kementerian Hukum dan HAM RI. T.A. 2014 nomor 60/HP/XIV/07/2015 tanggal 9 Juli 2015.


Bahkan Menteri Hukum dan HAM di hadapan anggota Komisi III DPR RI dengan jelas menegaskan bahwa payment gateway melanggar hukum.

 

Yang menjadi pertanyaan, mengapa walaupun begitu banyak bukti dalam gelar perkara, Prof. Denny Indrayana masih tetap kebal dan kuat sehingga perkara korupsinya tak kunjung dimajukan ke Pengadilan?

 

OC Kaligis dalam suratnya kepada Ketua KPK Firli Bahuri, membandingkan kasus korupsi Prof. Denny Indrayani dengan perkara yang menjerat kurang lebih 40 anggota DPRD Malang. Sebagian dari mereka ada yang hanya karena menerima gratifikasi antara 5 sampai 10 juta rupiah turut dihukum selaku terdakwa korupsi.

 

“Atau kasus korupsi Juliamar dalam kasus Bakamlah yang menerima uang transport sebesar 4 juta rupiah tetapi divonis 2 tahun penjara.  Bandingkan dengan suap Bibit-Chandra Hamzah yang jumlah suapnya mencapai 1 miliar rupiah,” kata OC Kaligis.

 

Menurutnya, yang menarik dari kasus Prof. Denny Indrayana adalah pernah di satu kesempatan yang bersangkutan membuat statement bahwa para advokat membela tersangka korupsi karena turut menikmati hasil korupsi. Padahal dalam kasus Meikarta, dia sendiri membela kasus korupsi Korporasi Meikarta, kasus yang sempat heboh diberitakan di media.

 

KPK di era Novel menjebloskan kurang lebih 50 Kepala Desa ke Sukamiskin karena mendapat tunjangan pemerintah yang katanya hanya 3 juta rupiah menjelang kampanye Pemilihan Bupati atau Walikota. Padahal ketika jalan desa rusak, mereka berkewajiban memperbaiki. Lalu dari mana budget untuk usaha perbaikan itu?

 

Di era Presiden Soeharto, semua bisa turut membantu pembangunan tanpa khawatir di KPK-kan. Tidak seorang Gubernur, Walikota, Camat, Kepala Desa pun yang dijebloskan ke penjara karena turut mensukseskan program PELITA (Pembangunan Lima Tahun) milik pemerintah.

 

“Sayangnya, ketika oknum-oknum KPK perkara pidananya telah dinyatakan lengkap alias P-21, termasuk perkara korupsi Prof. Denny Indrayana yang telah selesai digelar, kelihatannya pihak penegak hukum malah ogah untuk mengadili. Mungkin KPK di bawah pimpinan penyidik Novel Baswedan melalui hasil sadapannya banyak mengantongi riwayat kekayaan para petinggi hukum.”

 

“Akhirnya, semoga Bapak Firli Bahuri selaku Ketua KPK dalam rangka koordinasi, berani memindahkan kasus korupsi Prof. Denny Indrayana ke KPK. Hal yang sama pernah terjadi pada kasus Bapak Djoko Susilo,” tutup OC Kaligis. ***Jeremy Foster

 

 



Subscribe to receive free email updates: