Penulis : Junie
Kamis, 3 Oktober 2016
DRINGU – Perkembangan komoditas bawang merah di Kabupaten Probolinggo dari tahun ke tahun fluktuatif, baik saat persiapan tanam, masa tanam, panen maupun produktivitasnya. Rata-rata setiap tahun, luas tanam bawang merah mencapai 5.000 hektar.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Probolinggo Ahmad Hasyim Ashari melalui Kepala Bidang Teknik Produksi Handaka Murwanta. Menurutnya, ada beberapa masalah yang menjadi kendala petani bawang merah.
“Mulai dari penggunakan benih yang tidak bersertifikat, serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) yang masih cukup tinggi, penggunaan pestisida yang masih sangat tinggi hingga biaya yang tinggi,” katanya.
Menurut Handaka, kalau benih yang digunakan bagus, maka 50% akan mempengaruhi produksi baik varietas maupun mutu baik. “Kalau tidak bersertifikat, maka kita tidak tahu asal-usul dan varietasnya. Petani tidak bisa melacak asal-usul benih jika ada kegagalan. Saat umur 10 hari pertama, baik buruknya benih akan terlihat,” jelasnya.
Handaka menambahkan, sesuai aturan harus bercocok tanam yang ramah lingkungan dengan menggunakan agen hayati dan pestisida nabati sehingga tidak mencemari lingkungan.
“Budidaya bawang merah memerlukan biaya yang tinggi. Sebagai upaya kita sudah mengembangkan agen hayati dan pestisida nabati untuk tanaman bawang. Di samping juga memberdayakan penangkar benih bawang merah untuk menghasilkan benih yang bersertifikat,” terangnya.
Tahun ini di Kabupaten Probolinggo, kata Handaka, sudah ada 6 penangkar benih bawang merah yang bisa menghasilkan 400 ton benih bersertifikat. Padahal kebutuhan benih mencapai 6.000 ton untuk 5.000 hektare lahan. (wan/Junie)
Kamis, 3 Oktober 2016
DRINGU – Perkembangan komoditas bawang merah di Kabupaten Probolinggo dari tahun ke tahun fluktuatif, baik saat persiapan tanam, masa tanam, panen maupun produktivitasnya. Rata-rata setiap tahun, luas tanam bawang merah mencapai 5.000 hektar.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Probolinggo Ahmad Hasyim Ashari melalui Kepala Bidang Teknik Produksi Handaka Murwanta. Menurutnya, ada beberapa masalah yang menjadi kendala petani bawang merah.
“Mulai dari penggunakan benih yang tidak bersertifikat, serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) yang masih cukup tinggi, penggunaan pestisida yang masih sangat tinggi hingga biaya yang tinggi,” katanya.
Menurut Handaka, kalau benih yang digunakan bagus, maka 50% akan mempengaruhi produksi baik varietas maupun mutu baik. “Kalau tidak bersertifikat, maka kita tidak tahu asal-usul dan varietasnya. Petani tidak bisa melacak asal-usul benih jika ada kegagalan. Saat umur 10 hari pertama, baik buruknya benih akan terlihat,” jelasnya.
Handaka menambahkan, sesuai aturan harus bercocok tanam yang ramah lingkungan dengan menggunakan agen hayati dan pestisida nabati sehingga tidak mencemari lingkungan.
“Budidaya bawang merah memerlukan biaya yang tinggi. Sebagai upaya kita sudah mengembangkan agen hayati dan pestisida nabati untuk tanaman bawang. Di samping juga memberdayakan penangkar benih bawang merah untuk menghasilkan benih yang bersertifikat,” terangnya.
Tahun ini di Kabupaten Probolinggo, kata Handaka, sudah ada 6 penangkar benih bawang merah yang bisa menghasilkan 400 ton benih bersertifikat. Padahal kebutuhan benih mencapai 6.000 ton untuk 5.000 hektare lahan. (wan/Junie)