Masyarakat Tidak Akan Pilih Paslon Yang Suka Menyebarkan Fitnah

Jakarta, infobreakingnews  Gejolak adu domba dan saling menjatuhkan demi mendapatkan simpatik untuk mendulang suara, menjadi fenomena hitam yang belakangan ini merasuk nuansa Pilkada, khususnya untuk ibukota Jakarta, sehingga Wakil Gubernur DKI Jakarta nonaktif Djarot Saiful Hidayat, berpesan agar pilkada membawa pesan kegembiraan, menjalin silahturahmi. Djarot menilai, nilai-nilai pilkada telah berubah menjadi saling hujat, dan kampanye hitam yang berbau SARA.

Agar pesta demokrasi berjalan damai, kata Djarot, semua pihak tidak boleh menjatuhkan orang lain, termasuk menghujat pesaingnya. Hal itu agar pilkada menjadi pesta demokrasi mendidik.


"Pilkada digunakan dengan silaturahmi yang baik, senyum gembira, tidak dengan mata melotot, bentak-bentak, mengkafirkan orang, menghujat sana-sini. Harus sabar dan santun. Ini agar demokrasi mendidik, bukan memaksakan kehendak, bukan mencaci dan memusuhi," tandasnya di GOR Bulungan, Jakarta, Sabtu (19/1)

Ia meminta warga Jakarta untuk tidak membeda-bedakan pemimpin berdasarkan SARA. Djarot menyatakan, setiap warga negara bisa menjadi pemimpin karena Undang-Undang 1945 menjamin hal itu.

"Siapapun yang jadi warga negara bisa jadi lurah, camat, bupati, wali kota, dan gubernur," ujar Djarot.

Djarot mencontohkan, Basuki Tjahaja Purnama yang saat ini menjadi calon gubernur pendampingnya pada Pilkada DKI 2017. Menurut dia, sekelompok orang mempermasalahkan kepemimpinan Ahok karena agamanya. Namun, Djarot meminta agar warga menilai Ahok bukan dari agamanya, tapi dari kinerjanya saat memimpin Jakarta.

"Pak Ahok memang enggak bisa jadi pemimpin agama, enggak bisa jadi imam (di masjid) tapi dia itu pelayan masyarakat," katanya.

Djarot bercerita soal respons positif masyarakat terhadap kinerja Pemprov DKI saat ini. Menurutnya, ada yang mengapresiasi kinerja petahana mengenai penanganan banjir hingga layanan kesehatan gratis. 

"Masyarakat berterima kasih, waktu di Jakpus warga terima kasih sudah enggak banjir, dapat KJP, beasiswa, operasi caesar pakai BPJS nggak bayar," ujar mantan Wali Kota Blitar ini.

Ia menambahkan, bersama Ahok, mereka memiliki rencana untuk merawarat kebhinekaan di Ibu Kota. Djarot bakal membangun lebih banyak ruang publik terbuka ramah anak (RPTRA).

Djarot mengungkapkan, 70 persen warga DKI adalah perantauan. Paling banyak asal Jawa, jumlahnya mencapai 35,5 persen. Diikuti Betawi 25 persen, kemudian Sunda, Batak, dan lain-lain.

"Artinya, Jakarta sebagai miniatur Indonesia. Sebagai miniatur Indonesia, semua agama, suku, status sosial mulai dari yang kaya hingga miskin ada di Jakarta," katanya.

Djarot berjanji akan membangun lebih banyak ruang publik agar masyarakat yang heterogen itu bisa berinteraksi dengan baik.

Djarot mengklaim telah membangun 188 RPTRA di Ibu Kota. Taman tersebar di sejumlah rusun dan permukiman padat. Djarot mengatakan, pembangunan RPTRA adalah usulan masyarakat yang tinggal di wilayah padat penduduk.

Bersama Ahok, Djarot tidak bisa banyak berjanji, melainkan memberikan bukti. Dia mengharapkan partisipasi partai untuk memenangkan pemilihan.*** Candra Wibawanti.


Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :