Sidang Sengketa Tanah Bernilai Rp 5 Triliun di Pengaadilan Negeri Jakarta Pusat

Jakarta, Info Breaking News - Muncul perkara bernilai fantastis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, yang menggelar sidang kasus sengketa tanah seluas 29,361 hektare di kawasan Roxy, Jakarta antara pihak penggugat dari ahli waris dengan tergugat PT Duta Pertiwi Tbk dan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jakarta Pusat.
Pada Rabu (9/1/2019), sidang beragenda duplik dari pihak tergugat. Pada awal sidang, Hakim Ketua Eko Sugianto sempat memanggil kedua belah pihak.
Namun, pihak BPN Jakarta Pusat tidak hadir sehingga sidang ditunda pada pekan depan. Padahal, di kesempatan itu, penasihat hukum ahli waris dalam kesempatan itu menyerahkan bukti-bukti kepemilikan tanah 29,361 hektare itu.
"Sidang ditunda sampai 16 Januari. Agenda selanjutnya perbaikan daftar bukti dan jawaban kompetensi absolut," ujar Eko Sugianto di persidangan.
Setelah persidangan, Wellyantina Waloni, penasihat hukum ahli waris, mengungkapkan sebagian tanah yang berkasus itu sudah tercatat di Verponding Indonesia (sebutan untuk catatan tanah di awal kemerdekaan).
Salah satu buktinya, BPN pernah menerbitkan sertifikat untuk tanah milik saudara ahli waris yang lokasinya berdekatan dan sama-sama tercatat dalam Verponding Indonesia.
Adapun lokasi tanah berada di Gang Subur, Jalan K H Hasyim Asyhari Raya, Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat
"Menjadi aneh BPN menerbitkan sertifikat untuk PT Duta Pertiwi padahal BPN pasti mengetahui letak tanah Verponding Indonesia milik ahli waris yang diklaim milik PT Duta Pertiwi," ujarnya.
Untuk itu, dia mewakili ahli waris berharap BPN memperlihatkan peta posisi Verponding Indonesianya di mana tanah milik ahli waris dengan PT Duta Pertiwi Tbk yang sesungguhnya. Sebab, BPN adalah pihak yang mengetahui lokasinya.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang kasus sengketa tanah seluas 29,361 hektare.
Dia menduga BPN menerbitkan sertifikat itu. Sebab, peta Jakarta sejak 1935 sudah menunjukkan status tanah itu. Adapun peta status tanah DKI Jakarta terbaru 2004 menunjukkan tanah bersengketa itu merupakan tanah adat berdasarkan girik Pajak Hasil Bumi (PHB).
Pihaknya mencatat ada inkonsistensi pernyataan BPN terkait tanah. Dokumen menunjukkan pada 2007 dan 2009, BPN masih memberikan penjelasan dengan jujur soal status tanah di sekitar lokasi.
Namun sejak pihak Duta Pertiwi memohon pengukuran tanah Verponding tersebut pada 2010, BPN mengaku tidak tahu letak tanah Verponding tersebut.
Sehingga, kliennya menuntut ganti rugi atas penguasaan tanah 29,361 hektare itu sebesar Rp 5,28 triliun sesuai nilai jual objek pajak.
Dia menduga, PT Duta Pertiwi membeli tanah dari penggarap atau penyewa. Sedangkan hak bawah yaitu ahli waris sebagai pemilik tanah tidak berikan haknya.
Untuk itu, dia meminta, BPN meluruskan atau menginformasikan letak tanah yang sebenarnya, karena BPN-lah yang paling mengetahui di mana posisi tanah itu.
Di kesempatan itu, dia memperlihatkan sembilan bundel bukti kepemilikan lahan atas ahli waris. Di antara bukti-bukti itu, ada berupa kopi peta lokasi Verponding Indonesia untuk sebagian wilayah Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Barat yaitu Verponding Indonesia No. 249/282, 251/284 dan 287/284 dari petugas BPN pada Januari 2009 dalam rangka membuat sertifikat hak milik yang bersangkutan yang berasal dari Verponding Indonesia No 249/282.
Dia menambahkan, bukti-bukti ini adalah petunjuk bahwa tanah yang diklaim mereka itu di bawah Verponding Indonesia yang dimiliki ahli waris.
Tanggapan PT Duta Pertiwi
Sementara itu, penasihat hukum PT Duta Pertiwi Kemas Herman menegaskan, kliennya pemilik sah atas tanah yang digugat para ahli waris. Selama ini, menurut dia, PT Duta Pertiwi mengambil alih tanah itu berdasarkan hukum dan prosedur yang berlaku.
Menurut dia, kliennya mempunyai tiga sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang terdiri dari sertifikat nomor 2233, 2230 dan 2232. Dia menambahkan, kliennya mendapatkan kepemilikan tanah tersebut secara legal dari Kementerian Agraria dan BPN dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kami buktikan nanti keluarnya sertifikat HGB itu ada alas haknya. Itu akan dibuktikan pada saat sesi pembuktian," kata dia.
Selain itu, dia menambahkan, masih banyak lagi SPH-SPH atau surat pengakuan hak dari mereka yang menempati lahan.
"Bukti kami lebih dari 1.500 (item). Nanti sesi pembuktian akan kami jabarkan," tambahnya.*** Mil.

Subscribe to receive free email updates: