![]() |
Rizal Ramli |
JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Ekonom Rizal Ramli mengaku heran terkait adanya dugaan investasi fiktif senilai belasan triliun.
“Menurut BPK, target realisasi penanaman modal 2019 di Laporan Kinerja BKPM tidak menunjukkan kondisi sebenarnya, dengan indikasi investasi fiktif senilai Rp 15,22 triliun. Gelo kok semakin ngawur?” katanya, Kamis (1/7/2021).
Sorotan serupa sebelumnya juga disampaikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. LaNyalla sebelumnya meminta pemerintah mengklarifikasi adanya indikasi manipulasi data investasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dugaan manipulasi data realisasi penanaman modal oleh BKPM itu muncul menyusul dirilisnya hasil pemeriksaan tahun 2019-2020. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya indikasi investasi fiktif senilai Rp 15,22 triliun.
Dijelaskan BPK, dengan laporan pencapaian realisasi penanaman modal BKPM 2019 tidak memberikan informasi kepada publik secara akurat.
“Pemerintah harus segera memberikan klarifikasi terkait dengan investasi fiktif ini. Sebab, jika tidak, temuan BPK ini akan menjadi preseden buruk terhadap iklim investasi dan menjadi kontraproduktif dengan tujuan pembangunan itu sendiri,” kata LaNyalla, Selasa (29/6/2021) lalu.
Menurutnya, ada tiga dampak strategis dari manipulasi data investasi tersebut. Pertama adalah risiko anggaran, dana yang dialokasikan untuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terbuang jika data realisasi investasi yang dicatatkan tidak sesuai dengan kondisi riil.
“Kedua berkaitan dengan pandangan investor. Dengan adanya investasi fiktif, akan membuat kepercayaan investor terutama asing terhadap kondisi penanaman modal di dalam negeri menjadi berkurang. Sejauh ini banyak investor asing yang mengacu pada data BKPM,” paparnya.
Sementara itu, dampak ketiga ialah risiko fiskal. LaNyalla menjelaskan insentif yang diberikan oleh pemerintah berisiko terbuang karena diberikan oleh otoritas fiskal tersalurkan tidak tepat sasaran. BKPM memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pemberian insentif, baik dalam bentuk tax holiday maupun tax allowance.
“Karena data yang tidak valid akhirnya banyak obral insentif tidak tepat sasaran, penanaman modal asing yang tidak memenuhi syarat malah mendapatkan fasilitas,” kata dia.
Manipulasi pencatatan realisasi investasi oleh BKPM pada tahun 2019 senilai Rp15,22 triliun dapat mengurangi angka penyerapan tenaga kerja dari instrumen penanaman modal. Tahun 2019 terdapat sekitar 2,5 juta tenaga kerja yang diserap dari skema investasi tersebut.
“Pada 2019 untuk setiap Rp 1 triliun dari investasi diasumsikan mampu menyerap 1.438 orang. Dengan adanya indikasi investasi fiktif senilai Rp 15,22 triliun, terdapat lebih dari 21.308 lapangan kerja yang juga terindikasi fiktif,” pungkasnya. ***M. Suryatna