Calon hakim agung Suharto saat menghadiri tes seleksi wawancara, Rabu (4/8/2021) |
JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Calon hakim agung Suharto menjawab pertanyaan terkait banyaknya pengajuan kasasi dan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Dalam sesi wawancara sebagai bagian dari tes seleksi calon hakim agung yang diadakan Komisi Yudisial (KY), Komisioner KY Binziad Kadafi menanyakan penyebab banyaknya pengajuan kasasi dan PK ke MA pada tahun 2020.
Diketahui, selama tahun 2020, MA menerima 13.103 pengajuan kasasi.
"Menurut Bapak, apa penyebab banyaknya putusan yang naik hingga ke tingkat kasasi atau PK, Pak?" tanya Binziad, Rabu (4/8/2021).
Suharto menjawab dengan lebih dulu mengatakan bahwa ada tiga perkara yang kerap dibawa hingga kasasi di MA.
"Di institusi kami ada tiga besar (pengajuan kasasi), yang pertama narkotika, kedua korupsi, dan perlindungan anak," tuturnya.
Suharto menilai, tingginya pengajuan kasasi disebabkan oleh pandangan pembuat undang-undang.
"Nah, Bapak, di politik nasional kita ini pembuat undang-undang, mudah-mudahan saya salah, selalu beranggapan meningkatkan ancaman hukuman akan signifikan mengurai kejahatan," paparnya.
Ia lantas memberi contoh Pasal 112 dalam UU Nomor 35 Tahun 2019 tentang Narkotika.
"UU Narkotika itu Pasal 112 minimum pidananya 4 tahun, minimum denda Rp 800 juta, jadi dia tidak pakai gramisasi, berapa pun volumenya asal (memenuhi) Pasal 112 dia kena 4 tahun (hukuman penjara), nah ini menyebabkan berbondong-bondong orang ke kasasi," kata dia.
Padahal, kata Suharto, dalam Pasal 45 A Undang-Undang Mahkamah Konstitusi disebutkan beberapa syarat perkara yang tidak bisa diajukan ke tingkat kasasi.
Adapun perkara yang tidak bisa diajukan ke tingkat kasasi misalnya putusan tentang praperadilan dan perkara dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun dan diancam pidana denda. Situasi inilah yang akhirnya membuat pihak yang terjerat kasus narkotika dapat menempuh upaya kasasi karena ancaman pidana yang diberikan padanya justru memenuhi syarat pengajuan tersebut.
Dengan kondisi ini, lanjut Suharto, akhirnya disepakati bahwa hakim MA boleh menjatuhkan pidana kurang dari ketentuan minimal dakwaan.
"Makanya ada rumusan di rapat pleno kamar, zaman Pak Artidjo, yang memperbolehkan hakim memutus yang didakwakan, tetapi menabrak minimum pemidanaan," tuturnya.
Diketahui, proses wawancara terbuka yang dilakukan KY untuk mencari calon hakim agung dilaksanakan sejak Selasa (3/8/2021) hingga Sabtu (7/8/2021) mendatang.
Terdapat 24 kandidat calon hakim agung yang telah mencapai proses seleksi hingga saat ini, dimana 15 orang merupakan calon hakim agung kamar pidana, 6 orang calon hakim agung kamar perdata, dan 3 orang calon hakim agung kamar militer. ***Armen