JAKARTA, INFO BREAKING NEWS - Sidang perkara pidana dengan nomor 926/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim atas terdakwa Jahja Komar Hidajat kembali digelar hari Kamis (14/4/2022) dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa.
Dalam keterangannya, terdakwa menjabarkan sejumlah poin atas pertanyaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum, penasehat hukum, dan majelis hakim.
Pertama, terdakwa menerangkan tentang awal mula terdakwa membeli PT Tjitajam pada tahun 1996. Kala itu yang terdakwa memiliki proyek di PT Karsatama, kemudian Bupati Kabupaten Bogor Pak Edi Yoso menawarkan tanah PT Tjitajam. Karena lokasinya berdekatan dengan proyek terdakwa, ia pun tertarik untuk membeli tanah tersebut.
Pada awalnya, di tahun 1995 terdakwa melalui PT Suryamega Cakrawala melakukan Pengikatan Jual Beli Saham dan Aset Tanah PT Tjitajam berupa 6 bidang HGU dengan PT Property Java yang waktu itu diwakili oleh Tubagus Farid selaku Direktur, sebagaimana dituangkan dalam Akta Nomor 124 tanggal 19 Desember 1995 yang disahkan Notaris Sutjipto, S.H. Pada saat itu terdakwa membeli saham dan aset PT Tjitajam seharga 14 miliar.
Setelah 6 bulan pembayaran dan lunas, baru dibuatkan Akta Jual Beli Saham, yaitu Akta Nomor 101, 102, dan 103 tanggal 26 Maret 1996 oleh Notaris Sutjipto, S.H. Terdakwa kemudia diberikan 600 lembar saham asli PT Tjitajam tahun 1952 dan 6 HGU Aset tanah PT Tjitajam oleh PT Property Java. Setelah Jjual beli saham terjadi, terdakwa diangkat menjadi Komisaris Utama PT Tjitajam, sementara yang menjadi Direktur Utama saat itu adalah Laurensius Hendra Soedjito.
Di tahun berikutnya yakni 1996, PT Tjitajam telah melakukan perubahan Anggaran Dasar dalam rangka Penyesuaian Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sesuai Akta Nomor 108 tanggal 15 April 1996. Perusahaan tersebut juga telah mendapatkan Pengesahan Menteri Kehakiman yang teregistrasi dengan nomor C2-8383.HT.01.04.TH.96 tanggal 12 Agustus 1996.
Berdasarkan kta tersebut, PT Tjitajam telah melakukan peningkatan modal dari semula 500 juta menjadi 2,5 miliar dengan pemegang saham yakni PT Suryamega Cakrawala sebanyak 2.250 lembar dan Laurensius Hendra Soedjito sebanyak 250 lembar. Susunan pengurusnya adalah Laurensius Hendra Soedjito selaku Direktur Utama, Agustinus Jusuf Sutanto sebagai Direktur, Jahja Komar Hidajat sebagai Komisaris Utama, dan Xaverius Nursalim serta Amalia Sianti sebagai Komisaris.
Kemudian pada tahun 1998, terdakwa diundang oleh Direksi untuk menghadiri RUPSLB yang intinya membahas tentang peralihan 250 lembar saham milik Laurensius Hendra Soedjito kepada PT Sentral Mega Nusantara yang diwakili oleh Jenny Gunawan serta pengangkatan terdakwa menjadi Direktur Utama.
RUPSLB tersebut dihadiri oleh terdakwa, Laurensius Hendra Soedjito, Agustinus Jusuf Sutanto selaku Direktur PT Suryamega Cakrawala, Xaverius Nursalim selaku Komisaris PT Tjitajam, dan Sugiono selaku Direktur PT Bumi Serba Sejahtera (pemegang Saham PT Suryamega Cakrawala).
Terpilihnya terdakwa sebagai Direktur Utama disetujui oleh seluruh pemegang saham. Sedangkan terkait jual beli saham, terdakwa mengungkapkan, kegiatan tersebut tidak dilakukan saat itu.
Setelah RUPSLB, Laurensius membawa Berita Acara RUPSLB ke Notaris Elza Gazali, S.H. yang kemudian diaktakan dengan nomor 12 tanggal 6 Maret 1998.
Lima tahun kemudian, PT Tjitajam kembali mengadakan RUPS menyusul keinginan Laurensius untuk menjual sahamnya kepada terdakwa. Dalam rapat tersebut terjadi pula pergantian pengurus, dimana yang menjadi Direktur adalah Rotendi dan Komisaris Jahja Komar Hidajat sebagaimana dituangkan dalam Akta Nomor 129 tanggal 16 Desember 2003 oleh Notaris Buntario Tigris NG, S.H., S.E., dan telah mendapatkan pengesahan tanggal 5 Februari 2004.
Selanjutnya, terkait pemberian kuasa dari terdakwa kepada Daulat Saragih. Hal ini bermula dari adanya pihak yang bernama Ponten Cahaya Surbakti yang mengaku-ngaku sebagai Direktur dan pemegang saham PT Tjitajam berdasarkan Akta Nomor 156 tanggal 12 Desember 1990 yang disahkan Notaris J.L Waworuntu. Yang bersangkutan diketahui melakukan pembajakan PT Tjitajam dan melakukan penebangan pohon karet di atas tanah PT Tjitajam.
Terhadap tindakan Ponten, PT Tjitajam telah melaporkan kepada pihak kepolisian dan sampai disidangkan. Namun dalam persidangan Jaksa gagal menghadirkan Ponten.
Selain itu, PT Tjitajam juga sempat melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan Register Perkara Nomor 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim. Terdakwa dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT Tjitajam saat itu memberikan kuasa kepada Daulat Saragih selaku karyawan PT Tjitajam. Meski demikian, mengingat Daulat bukan pengacara, maka butuh izin untuk beracara secara insidentil dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Alhasil dikeluarkanlah Surat Keterangan Bantuan Hukum Nomor 32/BH/1999/PN.JKT.TIM tanggal 9 Juni 1999.
Terhadap gugatan PT Tjitajam tersebut, pihak terdakwa dimenangkan dan akta-akta milik Ponten Cahaya Surbakti dkk dibatalkan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim sudah inkracht pada tanggal 27 April 2000.
Persidangan sempat memanas ketika penasehat hukum terdakwa menyatakan keberatannya terhadap pertanyaan salah satu anggota majelis hakim yang dinilai tidak sesuai fakta persidangan atau berusaha memutarbalikkan fakta terkait kejadian RUPSLB PT Tjitajam tahun 1998.
"Kami keberatan Yang Mulia jika RUPSLB tahun 1998 tersebut seolah-olah dianggap tidak terjadi, karena fakta-fakta persidangan berdasarkan keterangan saksi Laurensius Hendra Soedjito, Agustinus Jusuf Sutanto, dan Elza Gazali semua menyatakan bahwa RUPSLB PT Tjitajam tahun 1998 benar terjadi. Kami punya semua bukti videonya,” ucap sang penasehat hukum, Reynold.
Sidang ditutup oleh majelis hakim dan akan digelar kembali pada Senin (18/4/2022) dengan agenda yang sama. ***Paulina